Moneter.id – Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat laba industri perbankan mencapai Rp171,03 triliun pada Agustus 2024. “Secara tahunan (year on year/yoy) tumbuh 6,42 persen dibandingkan Agustus 2023,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) OJK Dian Ediana Rae di Jakarta, Jumat (11/10/2024).
Kata
Dian, bahwa berdasarkan proyeksi laba perbankan masih dapat tumbuh secara
berkelanjutan, terutama setelah adanya kebijakan relaksasi moneter berupa
penurunan BI Rate dari 6,25% menjadi 6% yang dapat berdampak pada penurunan
biaya dana, sehingga menjadi faktor pendorong pertumbuhan berkelanjutan yang
akan berkontribusi pada kinerja bank.
“Upaya
peningkatan pencadangan oleh bank merupakan langkah mitigasi dalam
mengantisipasi risiko kredit apabila terdapat potensi peningkatan eksposur
risiko kredit. Adapun Non-Performing Loan (NPL) Coverage
perbankan posisi Agustus 2024 tercatat sebesar 191,75% dengan NPL yang terjaga
yaitu sebesar 2,26,” jelas Dian.
Berdasarkan
Peraturan OJK Nomor 40/POJK.03/2019 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum,
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) adalah penyisihan yang dibentuk atas
penurunan nilai instrumen keuangan sesuai standar akuntansi keuangan (SAK).
“Hal
tersebut merupakan salah satu langkah strategis bank dalam rangka memitigasi
terjadinya peningkatan eksposur kredit bank baik dalam jangka pendek maupun
jangka Panjang,” kata Dian.
Menurutnya,
OJK senantiasa mendorong perbankan untuk terus memperkuat manajemen risiko dan
menerapkan praktik prinsip kehati-hatian (prudential banking) serta tata
kelola yang baik agar perbankan dapat terus tumbuh sehat dan berkelanjutan.
Peningkatan
pencadangan dapat terjadi sesuai dengan penurunan nilai pada instrumen keuangan
sesuai dengan SAK sebagaimana portofolio dan atau eksposur yang dimiliki
masing-masing bank.
Sementara
itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL Gross perbankan yang
relatif stabil di level 2,27% dan NPL Nett sebesar 0,79%.
Loan
at risk
(LAR) juga menunjukkan tren penurunan menjadi sebesar 10,17% pada Agustus 2024.
Rasio LAR tersebut juga mendekati level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93%
pada Desember 2019. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk saat ini belum
terdapat risiko kredit yang berdampak pada profitabilitas bank secara
signifikan.
Di
sisi lain, langkah pengawasan OJK senantiasa dilakukan sebagaimana siklus risk
based supervision antara lain melakukan pembinaan terhadap bank agar
sejalan dengan Rencana Bisnis Bank, evaluasi pencadangan, dan kecukupan modal.
“OJK
juga melaksanakan pengawasan on site yang dilakukan secara sampling agar
pemberian kredit dilakukan sesuai prudential banking yang berlaku dengan
manajemen risiko dan tata kelola yang memadai dan melakukan evaluasi terhadap
pencatatan laporan keuangan sesuai dengan SAK,” pungkas Dian.